Lewati navigasi

definition :

A verb that does not follow the usual rules for verb forms. Also known as a strong verb.

Verbs in English are irregular if they don’t have a conventional -ed form (like asked or ended). Contrast with Regular Verb.

Irregular forms are just words. If our language faculty has a knack for memorizing words, it should have no inhibitions about memorizing past-tense forms at the same time. These are the verbs we call irregular, and they are a mere 180 additions to a mental lexicon that already numbers in the tens or hundreds of thousands.”
(Steven Pinker, Words and Rules. Basic, 1999)

 

example :

Throughout my career I swam for form. Speed came as a result. (Johnny Weissmuller)

Education is what remains after one has forgotten everything he learned in school.(Albert Einstein)

 

 

sumber : http://grammar.about.com/od/il/g/irregularvterm.htm

History of Bass. Talking about the history of the bass does not seem to escape from a man named Leo Fender, what is it really? Following review of the history of bass information that is collected by InformasiKita.Com. Semog can be a material balance for the bass mania ..

Bass was first introduced by Paul Tutmarc but the historical development of the bass have started in the 1920s, Lloyd Loar, who works for gibson, first to design an electric double bass. Bass uses electro-static pickup, but amplification of the bass frequencies have not been developed. So the next time there is a way to listen blum instrument the double bass.

The early 1930s, Paul Tutmarc be the first to fix the size of the double bass to be more practical. The first prototype was the size of a cello, and a rudimentary pickup, but the results are too heavy, and was refined to be more like a guitar.

And the mid-30s, some developers musical instrument – Lyon & Healy, Gibson and Rickenbacker, – began marketing the same experimental electric bass with a prototype basss Tutmarc, much less bulky than a standard double bass. However, these bas remained high, it is not, has frets, and played vertically or standing.

Around 1940, Paul Tutmarc Jr began producing guitars and bass, including bass Serenader. Production is distributed by L.D. Heater Music Co.., In Portland, Oregon, and became the largest distributor for electric bass. The genius was a bass guitar – insturumen who holds a fret and played horizontally. The main features of these products are:

* Pickup – designed for double bass often drowned out by the brass section of a jazz band.
* Size – double bass player had to travel alone, because of their large size, and often got lost on road trips. With the new design, the bass player could travel with the rest of the group.

There is little progression until Leo Fender created the precision bass in 1951. Naming Precision Bass as the frets on the bass the notes to be played with precision. Electric bass which Leo Fender in the production of this, many of which produce this form. In 1957, the pickup was changed to split pickups, and pickguard and headstock were redesigned

In 1959, created the first Danelectro 6 string bass, with tunse EADGBE, and Gibson and Fender used this idea to make a Gibson EB-6 in 1960, and the Fender VI in 1962. Fender also makes the first bass 5 string Fender as V.

First time on the electric bass popularized by John Entwistle and James Jamerson in the 60s, Jaco Pastorius and Stanley Clarke in the 70’s and Marcus Miller and Cliff Burton in the 80s. In the late 80’s seen a difference in the popularity of bass, as the fashion for electronic synthesized dance music. After all bass that loe have now is a progression away from the double bass.

Development of adult bass is more advanced course. There are many types of bass is used up to now. The most widely used form of contra bass and bass ciello (which is used for opera performances), electric bass (commonly used for all types of performance mainly bands) and the “fretless” bass with electric bass but no fret (column / divider press board / neck) on the bass. The working principle is similar to the contra fretless bass / bass ciello only shaped electric guitar.

The strings and tuning
Four strings
Usually in-tune “GDAE”, “GDAD”, “GDGD”, “DAEB”, “FCGD” or “FCGC”
Five strings
Usually in-tune “GDAEB” but sometimes “CGDAE”.
Six strings
Usually in-tune “CGDAEB” or “BGDAEB”, although “EBGDAE” also likes to wear.

Tuning the above sorted by number of strings (strings 1, strings 2, and so on), where the string 1 is the lowest of bass guitar strings (the thinnest string).

Bass player chose to use five-string bass with six strings or more due to the breadth of range tone that can be played. Six stringed bass rarely used instead of the four stringed bass and five stringed bass. Usually, this six-stringed bass is widely used by jazz bass player, although no doubt the players were rock-some are wearing it, because over a wide range of tones can be played.

1.There are a lot of dry (D.leafs) in the yard

alasan : karna ada kata “a lot of” jadi menunjukan objectnya jamak

2.I will probably take (B.Four days) leave next week.

alasan : karena keterangan waktunya jamak jd tanpa menggunakan “a”

 

 

Sebagai negara yang tingkat korupsinya paling tinggi, mencerminkan bahwa negara ini tidak memiliki sebuah etika yang baik. begitu juga dama ber bisnis. maka terdapat hubungan antara korupsi dan etika bisnis.

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.

Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.

sedangkan korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tak wajar dan ilegal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, perbuatan korupsi mencakup unsur-unsur melanggar hukum yang berlaku, penyalahgunaan wewenang, merugikan negara, memperkaya pribadi atau diri sendiri.
Apa korupsi hanya buat pejabat negara saja? Jelas, tidak. Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Tapi memang semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam praktiknya.

Masalah Korupsi Di Indonesia Dan Etika Bisnis
 Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. 
 Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan. 
 Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya. 

 

 

Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawlsfilsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa “Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran” [1]. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: “Kita tidak hidup di dunia yang adil” [2]. Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya

contoh kasus

(contoh ini di tulis pada link http://sosbud.kompasiana.com/2009/11/04/apakah-adil-itu/ )                        

Hal ini aku alami ketika sore tadi mendapatkan uang Rp. 50.000,00 dari seseorang. Memang kami berdua bekerja untuk mendapatkan uang tersebut. Kalau dalam hitungan persen mungkin aku sekitar 60% dan adikku sekitar 40%. Ketika pembagian uang, adikku nggak mau kalau hanya dikasih Rp. 20.000,00. Ia meminta untuk dikasih Rp. 25.000,00 dengan dalih keadilan.

Aku pun terdiam sambil berfikir, ternyata adikku telah salah mengerti arti dari yang namanya Adil. Kemudian aku pun menjelaskan dengan bahasa yang lugas tentang pengertian adil kepadanya, tetapi ia tetap tidak mau mengalah. Akhirnya aku pun membagikan uang tersebut sama rata.

Kejadian tersebut sama dengan kejadian yang diceritakan oleh teman-temanku kepada diriku. Jadi berdasarkan hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian dari kita mungkin tidak mengerti arti dari kata adil itu sendiri.

Tetapi ada hal penting yang menjadi makna lain bagi diriku. Ternyata diri ini tidak adil kepada Tuhan. Diriku ini lebih mementingkan duniawi dari pada kepentingan yang telah Tuhan ajarkan kepada diriku ini demi kebaikanku sendiri. Sedangkan Tuhan, walaupun kita tidak melaksanakan perintahnya, kita masih juga diberikan nikmat yang begitu besar kepada kita. Sungguh, manusia memang tempatnya khilaf serta salah dan sungguh Tuhan itu memang maha adil.

Oleh karena itu, malam ini aku menjadi lebih sedikit bahagia karena mendapatkan pelajaran yang begitu berharga. Aku ingin berbuat adil kepada Tuhan dengan memberikan porsi dan kapasitas yang lebih besar dalam hal mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Dalam kitab-Nya, Tuhan sudah mengatakan bahwa Dia tidak menjadikan jin dan manusia kecuali hanya untuk mengabdi kepada-Nya.

Merujuk pada penelitian terbaru yang dilakukan oleh the Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), kecurangan (fraud) dalam pelaporan keuangan oleh perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat memberikan  konsekuensi negatif yang signifikan terhadap para investor dan eksekutif.
Penelitian COSO tersebut, dengan menelaah tuduhan kecurangan laporan keuangan yang diselidiki oleh Securities and Exchange Commission (SEC) dalam kurun waktu sepuluh tahun antara tahun 1998 – 2007, menemukan fakta bahwa berita dugaan kecurangan telah mengakibatkan penurunan abnormal harga saham rata-rata 16,7% dalam dua hari setelah diumumkan. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan seringkali mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau harus menjual aset, dan sembilan dari sepuluh kasus-kasus  SEC tersebut menyebutkan CEO dan/atau CFO perusahaan yang bersangkutan diduga terlibat dalam kecurangan.
Chairman COSO, David Landsittel, mengatakan bahwa analisis mendalam dalam penelitian tersebut terkait tentang sifat, jangkauan, dan karakteristik dari kecurangan pelaporan keuangan memberikan pemahaman yang sangat membantu tentang isu-isu baru dan berkelanjutan yang perlu segera ditangani. ”Semua pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan harus terus berfokus pada cara-cara untuk mencegah, menghalangi, dan mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan,” kata Landsittel. ”COSO berencana untuk mensponsori penelitian lanjutan mengenai kecurangan pelaporan keuangan, serta pengembangan lebih lanjut pedoman pengendalian internal, untuk membantu pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan.”
Penelitian COSO di atas menelaah hampir 350 kasus dugaan kecurangan pelaporan keuangan yang diselidiki oleh SEC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
·         Kecurangan keuangan memengaruhi perusahaan dari semua ukuran, dengan median perusahaan memiliki aktiva dan pendapatan hanya di bawah $100juta.
·         Median kecurangan adalah $12,1 juta . Lebih dari 30 kasus dengan masing-masing kasus melibatkan jumlah lebih dari $500 juta.
·         SEC menyebutkan CEO dan/atau CFO terindikasi terlibat pada 89% dari kasus kecurangan. Dalam waktu dua tahun penyelesaian penyelidikan SEC, sekitar 20% dari para CEO / CFO berlanjut pada dakwaan serta lebih dari 60% di antaranya divonis bersalah.
·         Kecurangan mengenai pendapatan tercatat lebih 60% dari kasus.
·         Banyak karakteristik yang biasanya menjadi pengamatan umum dewan direktur dan komite audit, seperti: ukuran, frekuensi rapat, komposisi, serta pengalaman, tidak berbeda secara signifikan antara perusahaan yang terlibat kecurangan dengan yang tidak.  Upaya-upaya pengaturan tata kelola perusahaan terbaru tampaknya telah mengurangi variasi dalam karakteristik terkait dewan direktur yang diamati.
·         Dua puluh enam persen dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan mengganti auditor selama periode yang diteliti dibandingkan dengan hanya 12 persen dari perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat.
·         Berita awal dalam media massa mengenai dugaan adanya kecurangan mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata sebesar 16,7 persen untuk perusahaan yang terlibat kecurangan, dalam dua hari setelah pengumuman.
·         Berita mengenai investigasi SEC atau Departemen Kehakiman mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata 7,3 persen.
·         Perusahaan yang terlibat dalam kecurangan sering mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau melakukan penjualan aset yang material dengan tingkat yang jauh lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak terlibat kecurangan.
Penelitian COSO dilakukan oleh empat profesor akuntansi: Mark S. Beasley dari North Carolina State University, Joseph V. Carcello dari University of Tennessee, Dana R. Hermanson dari Kennesaw State University, dan Terry L. Neal dari University of Tennessee.  Penelitian ini meng-update penelitian COSO sejenis sebelumnya diterbitkan pada tahun 1999, untuk kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan dekade 1987-1997.
Profesor Beasley, yang juga merupakan anggota dewan COSO, mencatat bahwa penelitian tambahan diperlukan untuk lebih memahami perbedaan dalam proses seputar dewan direksi dan komite audit. ”Kita perlu untuk menentukan apakah ada proses tertentu berkaitan dengan dewan direksi yang dapat memperkuat pengawasan mereka terhadap risiko-risiko yang mempengaruhi laporan keuangan,” katanya. ”Selain itu, mengingat jumlah kecurangan  diperiksa dalam penelitian ini terbatas dan terkait dengan jangka waktu setelah penerbitan Sarbanes-Oxley Act of 2002 termasuk implementasi Seksi 404, penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum dapat diambil kesimpulan tentang dampak SOX tersebut dalam mengurangi kecurangan pelaporan keuangan.”  Dokumen penelitian ini dapat diunduh secara gratis di situs web COSO :
 

PENDAHULUAN

Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai kiblat dan kampiun ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan. Skandal bisnis yang terjadi seakan memupus dan mereduksi trust pelaku bisnis dunia tentang pionir praktik Good Corporate Governance di Amerika Serikat.Selain Enron yang hancur berkeping terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di Amerika SerikaT. Perusahaan yang melakukan manipulasi adalah Elan (perusahaan Sektor Farmasi), Halliburton (perusahaan minyak) dan Harken Energy di mana George W. Bush pernah menjadi direksi.Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.Kasus Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan terus menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan global yang di tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar.Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.
Kronologis, fakta, data dan informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya Enron (debacle), dapat penulis kemukakan sebagai berikut:
§ Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh fihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada publik.
§ Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan.

PEMBAHASAN

Contoh kasus-kasus yang berhubungan dengan etika dalam berbisnis, yaitu : Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.
dan Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah memepertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama. Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan terhadap proses peradilan ). Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada nilainya.
KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001. CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di Amerika.
tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki. KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningakat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru.
tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya. Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron .
tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002.
Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.

Pembahasan masalah

Menurut teori fraud ada 3 komponen utama yang menyebabkan orang melakukan kecurangan, menipulasi, korupsi dan sebangsanya (prilaku tidak etis), yaitu opportunity; pressure; dan rationalization, ketiga hal tersebut akan dapat kita hindari melalui meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena kita meyakini bahwa tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik (public trust).Studi empirik Weisen Born, Noris tahun 1997, (dalam Zabihollah : 2002), terhadap 30 perusahaan di Amerika Serikat yang memiliki indikasi sering melakukan kecurangan, dari hasil penelitian teridentifikasi faktor penyebab kecurangan tersebut diantaranya dilatarbelakangi oleh sikap tidak etis, tidak jujur, karakter moral yang rendah, dominasi kepercayaan, dan lemahnya pengendalian. Faktor tersebut adalah merupakan prilaku tidak etis yang sangat bertentangan dengan good corporate governance philosofy yang membahayakan terhadap business going cocern. Begitu pula praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak.Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Lalu apa yang dituai oleh Enron dan KAP Andersen dari sebuah ketidak jujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis? adalah hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum. Artinya secara kasat mata kasus Enron (baik manajemen Enron maupun KAP Andersen) telah melakukan mal practice jika dilihat dari etika bisnis dan profesi akuntan antara lain :
1. Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, melalui suburnya praktik insider trading, dimana hal ini sangat diketahui oleh Board of Director Enron, dengan demikian dalam praktik bisnis di Enron sarat dengan collusion. Kondisi ini diperkuat oleh Bussines Round Table (BRT), pada tanggal 16 Pebruari 2002 menyatakan bahwa : (a). Tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen Enron berperan besar dari kebangkrutan perusahaan; (b). Telah terjadi pelanggaran terhadap norma etika corporate governance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan; (c). Perilaku manajemen Enron merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap kepercayaan yang diberikan kepada perusahaan.
2. Adanya Deception Information, yang dilakukan pihak manajemen Enron maupun KAP Arthur Andersen, mereka mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi trust dari investor dan publik kedua belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi hancur berantakan.Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap melakukan Deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. KAP Andersen tidak mau mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan, hal ini dimungkinkan adanya coercion atau bribery, karena pihak Gedung Putih termasuk Wakil Presiden Amerika Serikat juga di indikasikan terlibat dalam kasus Enron ini.
3. Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik- The big six- yang melakukan Audit terhadap laporan keuangan Enron Corp. tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan Enron, KAP Andersen telah melakuklan tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap profesionallisme sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan knowingly and recklessly yaitu menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan (deception of information).

KESIMPULAN

Pihak manajemen Enron telah melakukan berbagaimacam pelanggaran praktik bisnis yang sehat melakukan (Deception, discrimination of information, coercion, bribery) dan keluar dari prinsif good corporate governance.Akhirnya Enron harus menuai suatu kehancuran yang tragis dengan meninggalkan hutang milyaran dolar.
• KAP Andersen sebagai pihak yang seharusnya menjungjung tinggi independensi, dan profesionalisme telah melakukan pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari tanggungjawab terhadap profesi maupun masyarakat diantaranya melalui Deception, discrimination of information, coercion, bribery. Akhirnya KAP Andersen di tutup disamping harus mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum.

KRITIK DAN SARAN

Dari berbagai macam kasus di atas harus menjadi sebuah pelajaran sesungguhnya suatu praktik atau prilaku yang dilandasi dengan ketidak baikan maka akhirnya akan menuai ketidak baikan pula termasuk kemadharatan bagi banyak pihak.Hal ini bukan hanya berlaku di Amerika Serikat tetapi bagi semua orang/pihak yang ada di belahan dunia ini.

sumber :http://sarahocta.blogspot.com/2009/11/contoh-kasus-etika-bisnis.html

Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) mungkin masih kurang popular dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku bagi pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun lalu.

Berbeda dengan kondisi Indonesia, di sini kegiatan CSR baru dimulai beberapa tahun belakangan. Tuntutan masyarakat dan perkembangan demokrasi serta derasnya arus globalisasi dan pasar bebas, sehingga memunculkan kesadaran dari dunia industri tentang pentingnya melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Walaupun sudah lama prinsip-prinsip CSR diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam lingkup hukum perusahaan. Namun amat disesalkan dari hasil survey yang dilakukan oleh Suprapto pada tahun 2005 terhadap 375 perusahaan di Jakarta menunjukkan bahwa 166 atau 44,27 % perusahaan menyatakan tidak melakukan kegiatan CSR dan 209 atau 55,75 % perusahaan melakukan kegiatan CSR. Sedangkan bentuk CSR yang dijalankan meliputi; pertama, kegiatan kekeluargaan (116 perusahaan), kedua, sumbangan pada lembaga agama (50 perusahaan), ketiga, sumbangan pada yayasan social (39) perusahaan) keempat, pengembangan komunitas (4 perusahaan). [1] Survei ini juga mengemukakan bahwa CSR yang dilakukan oleh perusahaan amat tergantung pada keinginan dari pihak manajemen perusahaan sendiri.

Hasil Program Penilaian Peringkat Perusahaan (PROPER) 2004-2005 Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa dari 466 perusahaan dipantau ada 72 perusahaan mendapat rapor hitam, 150 merah, 221 biru, 23 hijau, dan tidak ada yang berperingkat emas. Dengan begitu banyaknya perusahaan yang mendapat rapor hitam dan merah, menunjukkan bahwa mereka tidak menerapkan tanggung jawab lingkungan. Disamping itu dalam prakteknya tidak semua perusahaan menerapkan CSR. Bagi kebanyakan perusahaan, CSR dianggap sebagai parasit yang dapat membebani biaya “capital maintenance”. Kalaupun ada yang melakukan CSR, itupun dilakukan untuk adu gengsi. Jarang ada CSR yang memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat.

Kondisi tersebut makin populer tatkala DPR mengetuk palu tanda disetujuinya klausul CSR masuk ke dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM). Pasal 74 UU PT yang menyebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jika tidak dilakukan, maka perseroan tersebut bakal dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Aturan lebih tegas sebenarnya juga sudah ada di UU PM Dalam pasal 15 huruf b disebutkan, setiap penanam modal berkewajiban melaksankan tanggung jawab sosial perusahaan. Jika tidak, maka dapat dikenai sanksi mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal, atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal (pasal 34 ayat (1) UU PM).

Tentu saja kedua ketentuan undang-undang tersebut membuat fobia sejumlah kalangan terutama pelaku usaha lokal. Apalagi munculnya Pasal 74 UU PT yang terdiri dari 4 ayat itu sempat mengundnag polemik. Pro dan kontra terhadap ketentuan tersebut masih tetap berlanjut sampai sekarang. Kalangan pelaku bisnis yang tergabung dalam Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang sangat keras menentang kehadiran dari pasal tersebut. Pertanyaan yang selalu muncul adalah kenapa CSR harus diatur dan menjadi sebuah kewajiban ? Alasan mereka adalah CSR kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal, seperti : ketertiban usaha, pajak atas keuntungan dan standar lingkungan hidup. Jika diatur sambungnya selain bertentangan dengan prinsip kerelaan, CSR juga akan memberi beban baru kepada dunia usaha. Apalagi kalau bukan menggerus keuangan suatu perusahaan.

Pikiran-pikiran yang menyatakan kontra terhadap pengaturan CSR menjadi sebuah kewajiban, disinyalir dapat menghambat iklim investasi baik bagi perseroan yang sudah ada maupun yang akan masuk ke Indonesia. Atas dasar berbagai pro dan kontra itulah tulisan ini diangkat untuk memberikan urun rembug terhadap pemahaman CSR dalam perspektif kewajiban hukum.

sumber :http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-bisnis/84-tanggung-jawab-sosial-perusahaan-corporate-social-responsibility-dan-iklim-penanaman-modal.html (Ditulis oleh Dr. Sukarmi, S.H.,M.H. Senin, 04 Januari 2010 08:07 )

Teori ini adalah teori keutamaan (virtue) yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati, melainkan: apakah orang itu bersikap adil, jujur, murah hati, dan sebagainya. Velasquez (2005), mendefinisikan etika bisnis: ”merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana siterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Bertens (2000), mendefinisikan etika sebagai ”studi tentang masalah etis dibidang ekoniomi dan bisnis.” Pendekatan konvensional terhadap etika bisnis meliputi sebuah perbandingan keputusan atau praktek terhadap norma sosial yang berlaku. Sedangkan hubungan antara etika dan hukum; hukum selalu mewakili etika minimum dan etika selalu mewakili standar yang melebihi ”legal minimum”. (Gumbira-Sa’id:2006) Etika bisnis dalam sebuah abad teknologi merupakan suatu lahan yang kaya dan subur yang membutuhkan sebuah pengertian yang mendalam terhadap seluruh tiga bidang yang terkait : bisnis, teknologi, dan etika. Bukan hanya merupakan pelaksanaan sederhana etika personal, tetapi melibatkan pengertian tentang struktur bisnis, dimana teknologi membawa bisnis, dan subuah rencana untuk menghadapi wilayah ketidaktahuan, dimana kebijakan, hukum, dan pengalaman bersikap diam.

 

(sumber : http://sadikinkuswanto.wordpress.com/2007/05/30/etika/)

Setiap Manusia memiliki hak, namun hak tersebut tidak selalu didapat oleh manusia itu sendiri. Hak dan kewajiban adalah sesuatu yang  tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Ketika mereka berhubungan dengan orang lain, maka akan tumbul hak dan kewajiban yang mengikat keduanya. Dalam hal jual beli misalnya, ketika kesepakatan telah tercapai, maka akan muncul hak dan kewajiban. Yakni, hak pembeli untuk menerima barang, dan kewajiban penjual untuk menyerahkan barang. Atau, kewajiban pembeli untuk menyerahkan harga barang (uang), dan hak penjual untuk menerima uang. Dalam konteks ini, akan dibahas segala sesuatu yang terkait dengan hak.

namun teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena hak berkaitan dengan kewajiban. Malah bisa dikatakan hak dan kewajiban bagaikan dua sisi koin yang sama. Kewajiban satu orang biasanya dibarengi dengan hak dari orang lain.

(Sumber : http://fiqhmuamalah924.blogspot.com/2011/02/teori-hak.html dan http://sadikinkuswanto.wordpress.com/2007/05/30/etika/)

menurut Dworking, teori hak adalah

HUKUM TIDAK HANYA TERDIRI ATASATURAN-ATURAN (RULES), TETAPI JUGAPRINSIP-PRINSIP (PRINCIPLES),DOKTRIN-DOKTRIN.

ATURAN DAN PRINSIP SAMA-SAMA MENGATUR PERILAKU, TETAPI MEMILIKIBOBOT YANG BEDA.